Implementasi Framework COSO Internal Control
Tugas Tata Kelola
IT
Implementasi
Framework COSO Internal Control
Anggota Kelompok:
Axel Willem Jr
Maramis (16021106097)
Kevindio Bagaskara (16021106100)
Kevindio Bagaskara (16021106100)
Pasko Lalenoh
(16021106104)
Daftar Isi
Kata
Pengantar
I.
Pendahuluan
I.1 Latar belakang
I.2 Rumusan Masalah
I.3 Tujuan
I.4 Manfaat
II.
Pembahasan
II.1 Definisi Framework COSO
II.2 Sejarah Terbentuknya
COSO
II.3 Kerangka Kerja COSO
Internal Control
II.3.1 Komponen Kontrol
II.3.2 Kontrol Internal
II.3.1 Komponen Kontrol
II.3.2 Kontrol Internal
II.3.3 Unit Aktifitas Organisasi
II.4 Implementasi Framework COSO internal Control
II.5 Kelebihan & Kekurangan COSO
II.4 Implementasi Framework COSO internal Control
II.5 Kelebihan & Kekurangan COSO
II.5.1 Kelebihan COSO
II.5.2 Kekurangan COSO
III.
Kesimpulan
Daftar
Pustaka
I.
Pendahuluan
I.1 Latar
Belakang
Pengelolaan IT sangat
dibutuhkan jaman sekarang sehingga dibutuhkan Framework dalam pengelolaan IT.
Banyak framework yang menyediakan kerangka untuk pengelolaan it dan pada
makalah ini difokuskan pada Framework COSO(Committee of Sponsoring Organization
of the Treadway Commission).
Framework COSO ini sendiri
lahir karena adanya masalah keuangan pada setiap organisasi atau institusi
dimasa lahirnya COSO. Pada masa itu teknologi mungkin belum menjadi hal yang
utama bagi organisasi atau institusi. Pada masa sekarang ini Teknologi sudah menjadi
hal yang sangat penting bagi organisasi dan institusi, dan IT sendiri sangat
berhubungan dengan Keuangan. Setiap organisasi dan institusi sudah
menganggarkan khusus untuk IT sehingga perlu adanya pengelolaan yang baik.
Secara garis besar COSO ini
menyediakan kerangka kerja terhadap seluruh organisasi baik dari pengelolaan
dari organisasi maupun pengelolaan terhadap IT yang lebih berfokus pada
finansial dalam organisasi atau institusi tersebut.
I.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu COSO?
2. Bagaimana Kerja
Framework COSO?
3. Pengontrolan
seperti apa yang difokuskan pada framewok COSO?
4. Bagaimana
Framework COSO dapat meminimalisir Kegagalan dalam pengelolaan Keuangan untuk
IT?
5. Apa kelebihan dan
kekurangan COSO?
I.3 Tujuan
1. Agar pembaca
dapat mengetahui tentang COSO (Committee of Sponsoring
Organization of the Treadway Commission)
2. Agar pembaca
dapat mengerti tentang kerangka kerja COSO
3. Agar pembaca
dapat mengerti tentang implementasi dari COSO
4. Agar pembaca
dapat mengerti pengontrolan terhadap resiko yang terjadi dalam pengelolaan IT
5. Agar pembaca
dapat mengetahui organisasi atau institusi yang cocok untuk menggunakan
Framework COSO.
I.4 Manfaat
Manfaat dari
penulisan ini untuk membagikan ilmu tentang Framework COSO, sehingga dapat
menjadi pengetahuan bagi pembaca maupun dapat berguna untuk pertimbangan dalam
menggunakan Framework COSO ini.
II.
Pembahasan
II.1
Definisi COSO
Committee of Sponsoring
Organizations of the Treadway Commission, atau disingkat COSO, adalah suatu inisiatif
dari sektor swasta yang dibentuk pada tahun 1985. Tujuan utamanya adalah untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan penggelapan laporan keuangan
dan membuat rekomendasi untuk mengurangi kejadian tersebut. COSO telah menyusun
suatu definisi umum untuk pengendalian, standar, dan kriteria internal yang
dapat digunakan perusahaan untuk menilai sistem pengendalian mereka.
COSO ini membentuk framework
COSO Internal Control yang memfokuskan pada pengelolaan keuangaan, seiring
waktu berlangsung terjadi perkembangan dan COSO membentuk Framework COSO Enterprise Risk Management yang mulai
meluaskan fokus pada pengelolaan resiko.
II.2
Sejarah terbentuknya COSO
Sehubungan dengan maraknya
kecurangan (fraud) keuangan dan praktik penyuapan perusahaan Amerika Serikat
kepada pejabat/pegawai asing pada tahun 1970-an, SEC dan Kongres Amerika
Serikat menerbitkan undang-undang yang dikenal dengan nama Foreign Corrupt Practices
Act (FCPA) pada tahun 1977. Tujuan undang-undang tersebut adalah untuk
memastikan
1. Perlaku bisnis yang wajar
2. Akuntabilitas dan integritas di pemerintahan
3. Distribusi sumber daya ekonomi berbasis efisiensi dan
kesetaraan.
Perusahaan/warga negara
Amerika Serikat yang melakukan penyuapan kepada pejabat/pegawai asing dapat
dikenakan sanksi berdasrkan FCPA tersebut.
Sampai dengan pertengahan
tahun 1980-an, FCPA tersebut dirasakan belum berpengaruh signifikan karena
praktik kecurangan masih saja terjadi. Sebagai respon hal tersebut, pada tahun
1985 dibentuk komisi nasional yang disebut National Commission on Fraudulent
Financial Reporting oleh lima asosiasi profesi yang berpusat di Amerika Serikat
yaitu ; American Institute of Certified Public Accountants (AICPA), American
Accounting Association (AAA), Financial Executives Institute (FEI), The
Institute of Internal Auditors (IIA) dan The Institute of Management
Accountants (IMA). Komisi tersebut selanjutnya lebih dikenal dengan nama The
Treadway Commission. Treadway sebenarnya adalah nama ketua pertama dari komisi
tersebut, nama lengkapnya James C. Treadway.
Tujuan
pembentukan komisi adalah untuk melakukan penelitian mengenai kecurangan dalam
pelaporan keuangan (fraudulent on financial reporting) dan merumuskan
rekomendasinya. Komisi tersebut mempelajari pelaporan informasi keuangan dari
tahun 1985 dan menghasilkan laporan pertama pada bulan Oktober 1987 denga judul
Report of the National Commission on Fraudulent Financial Reporting. Dalam
laporan tersebut terdapat rekomendasi berupa perlunya pengembangan pedoman
pengendalian intern yang terintegrasi (integrated guidance on internal
control). Sebagai tindak lanjut atas rekomendasi itu, dibentuklah Committee of
Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO).
MISI COSO :
Memberikan
pemikiran kepemimpinan melalui pengembangan kerangka kerja dan pedoman yang
komprehensif tentang manajemen risiko perusahaan , pengendalian internal dan
pencegahan kecurangan yang dirancang untuk meningkatkan kinerja organisasi dan
tata pemerintahan dan untuk mengurangi tingkat kecurangan dalam organisasi .
VISI COSO :
Menjadi pemikiran
pemimpin yang diakui di pasar global pada pengembangan di bidang risiko dan
pengendalian yang memungkinkan tata kelola organisasi yang baik dan pengurangan
kecurangan .
COSO selanjutnya
menggandung kantor akuntan besar Coopers & Lybrand untuk melakukan studi
dan menerbitkan kerangka kerja pengendalian intern. Pada tahun 1992 COSO
mempublikasikan sebuah kerangka kerja pengendalian intern yang akhirnya banyak
menjadi acuan bagi para dewan direksi, eksekutif, regulator, penyusun standar,
organisasi profesi untuk mengukur efektivitas pengendalian item. Kerangka kerja
itu dikenal dengan sebutan Internal Control-Integrated Framework. Pada tahun
1994 kerangka krja tersebut mengalami perubahan minor dengan tambahan ruang
lingkup terkait management report on internal control. Kerangka kerja
pengendalian intern COSO 1992 memberikan definisi umum tentang pengendalian
intern dan memberikan kerangka kerja untuk menilai dan memperbaiki system
pengendalian intern. Kerangka tersebut menyatakan bahwa pengendalian intern
dirancang untuk meberikan keyakinan memadai terhadap pencapaian tiga tujuan
organisasi yaitu;
1. Efektivitas dan efisiensi operasi
2. Keandalan pelaporan keuangan
3. Kepatuhan terhadap hukum dan
peraturan
Terjadinya
kegagalan dan skandal bisnis besar seperti Enron, Tyco International, Adelphia,
Peregrine Systems dan WorldCom telah menyadarkan perlunya penguatan tata kelola
dan manajemen risiko organisasi. Merespon hal itu, pada tahun 2001 COSO
menggandeng kantor akuntan PricewaterhouseCooper(PwC) untuk mengembangkan
kerangka kerja yang dapat dipakai untuk menilai dan memperbaiki manajemen
risiko organisasi. Hasilnya, pada tahun 2004 COSO mempublikasikan Enterprise
Risk Managemen-Integraed Framework. Kerangka terbut pada dasrnya merupakan kerangka
pengendaian intern yang diperluas dengan perhatian yang lebih kuat pada aspek
manajemen risiko. Tujuan organisasi yang hendak dicapai melalui kerangka kerja
manajemen risiko meliputi empat hal yaitu;
1. Tujuan strategis yang sejalan dengan
misi organisasi
2. Efektivitas dan efisiensi operasi
3. Keandalan pelaporan
4. Kepatuhan terhadap hukum dan
peraturan.
Komponen kerangka
kerja manjemen resiko lebih banyak pengendalian intern, yaitu delapan unsur;
1. Internal environment
2. Objective setting
3. Event identification
4. Risk assessment
5. Risk response
6. Control activities
7. Information and communication
8. Monitoring
Meskipun kerangka
kerja tersebut merupakan perluasan dari kerangka kerja pengendalian intern
namun COSO menyatakan bahwa kerangka itu tidak dimaksudkan untuk menggantikan
kerangka kerja pengendalian item.
Untuk mendukung penerapan manajemen risiko,
COSO juga mengeluarkan beberapa pedoma dia antaranya;
• Developing Key Risk Indicators to Strengthen
Enterprise Risk Management (2011);
• Embracing Enterprise Risk Management; Practical
Approaches for Getting Started (2011);
• Enterprise Risk Management-Understanding and
Communicating Risk Appetite (2012);
• Enterprise Risk Management for Cloud Computing
(2012);
• ERM Risk Assessment in Practice (2012);
• Demystifying Sustainability Risk (2013);
Di sisi lain,
proyek penelitian COSO terkai pengendalian intern masih terus berjalan. Pada
tahun 2006 COSO menerbitkan Internal Control over Financial Reporting –
Guidance for Smaller Public Companies. Pedoman ini dikeluarkan sebagai acuan
terutama bagi perusahaan public yang berukuran kecil untuk memenuhi ketentuan
Sarbane Oxley Act Sectio 404 yang mengatur perusahaan ublik untuk menilai dan
melaporkan efektivitas pengendalian intern dalam pelaporan keuangan setiap
tahun. Rupanya ketentuan tersebut mengakiantkan timbulnya biaya uang
memberatkan bagi perusahaan kecil. Oleh karena itu COSO membuat pedoman agar
masalah tersebut dapat diatasi. Pedoman terdiri dari empat paket yaitu
1. Executive Summary
2. Guidance
3. Evaluation Tools
4. Working Tools
Pada tahun 2009
COSO menerbitkan pedoman baru berjudul Guidance on Monitoring Internal Control
Systems. COSO menyadari bahwa organisasi dapat meningkatkan efisiensi dan
efektivitas dengan mengoptimalkan salah satu komponen pengendalian intern yaitu
pemantuan. Anmun kenyataannya banyak organisasi belum mengoptimalkannya. Atas
pertimbangan COSO mempublikasikan pedoman yang terdiri dari tiga paket yaitu :
(1) Guidance; (2) Application; dan (3) Sample. Dalam Guidance disebutkan bahwa
pemantuan pengendalian intern yang efektif akan menghasilkan perbaikan
organisasi dengan cara
1. Meminimalkan kegagalan pengendalian
intern dan kesalahan/kerusakan yang memerlukan koreksi, dan
2. Meningkatkan kualitas dan keandalan
informasi yang dipakai dengan pengambilan keputusan
Pada akhir tahun
2010, COSO mengumumkan sebuah proyek untuk memperbarui Internal
Control-Integrated Framework yang diterbitkan tahun 1992. Sama dengan proyek
manajemen resiko, proyek ini juga dilaksanakan oleh PwC. Proyek ini membuahkan
hasil nyata dengan terbitnya kerangka kerja pengendalian intern yangbaru pada
tahun 2013 dengan judul yang sama dengan kerangka kerja tahun 1992 yaitu
Internal Control – Integrated Framework. Pada kerangka kerja yang baru ini
tidak terjadi perubahan definisi dan komponen system pengendalian intern dari
kerangka kerja yang lama. Hal yang baru dari kerangk kerja pengendalian intern
2013 di antaranya;
• Membuat kodifikasi prinsip yang
merepresentasikan konsep fundamental terkai dengan lima komponen pengendalian
intern. Hal ini dilakukan untk meningkatkan pemaham manajemen atas pelaksanaan
pengedalian intern secara efektif. Komponen dan prinsi yang telah ditetapkan
akan menciptakan suatu kriteria dan titik focus yang akan membantu manajemen
dalam menilai apakah komponen pengendalian intern ada, berfungsi dan beroperasi
secara bersamaan dalam organisasi
• Memprjelas peran epnetapan tujuan dalam
pengendalian intern. Pada kerangka yang lama disebut bahwa penetapan tujuan
merupakan proses maajemen yang dilakukan di pra-kondisi pengendalian intern.
Konsep tersebut dipertegas pada kerangka yang baru engan menunjukkan bahwa
penetapan tujuan bukan merupakan bagian dari pengendali intern.
• Mencerminkan relevansi peningkatan teknologi
dalam mempengaruhi penerapan komponen pengendalian intern. Hal ini penting
karena jumlah organisasi yang menggunakan atau bergantung pada teknologi telah
berkembang secara pesat.
• Memperkuat konsep Governance terutama yang
terkait dengan dewan direksi, anggota dewan, termasuk komite audit, kompensasi,
nominasi, dan Governance. Dewan direksi memiliki peran yang penting dalam
pengawasan untuk menciptakan pengendalian yang efektif
• Memuat lebih banyak pembahasan mengenai
kecurangan
• Memperluas kategori tujuan pelaporan keuangan
dengan mempertimbangkan pelaporan eksternal di luar pelaporan keuangan serta
pelaporal internal baik keuangan maupun non-keuangan.
• Meningkatkan focus pada tujuan selain pelaporan
keuangan. Perluasan focus memberikan panduan yang lebih jelas terkait tujuan
operasi, kepatuhan dan tujuan non-pelaoran keuangan. Dengan itu diharapkan akan
lebih banyak pengguna yang menerapkan kerangka yang baru untuk keperluan selain
pelaporan kuangan.
Setelah berhasil
menyelesaiikan revisi kerangka kerja pengendalian intern, pada Oktober 2014
COSOS mengumumkan proyek baru untuk memperbaiki kerangka kerja manajemen
risiko. Tujuan proyek tersebut adalah untuk menyesuaikan kerangka kerja dengan
kondisi lingkungan bisnis yang semakin kompleks saat ini. Diharapkan pemutakhiran
kerangka kerja akan mencerminkan evolusi pemikiran dan praktik manajemen
risiko, dan juga memenuhi perubahan harapan stakeholders. Proyek tersebut juga
diharapkan dapat mengembangkan suatu perangkat yang dapat membantu manajemen
untuk melaporkan informasi risiko serta untuk mereview dan menilai penerapan
enterprise risk management. Sampai tahun 2016 ini, proyek perbaikan kerangka
kerja manajemen risiko masih dalam proses pengerjaan.
II.3 Kerangka Kerja COSO Internal Control
Kerangka Kerja yang akan
dijelaskan adalah kerangka Kerja COSO Internal Control yang terbentuk sebelum
terjadi perkembangan. Dalam kerangka kerja COSO Internal Control ada 3 dimensi,
pertama ada Komponen Kontrol, kedua ada Kontrol Internal dan ketiga ada 3. Unit/Aktifitas terhadap Organisasi
menghubungkan dengan Kontrol Internal
II.3.1
Komponen Kontrol Komponen Kontrol
- Monitoring
Monitoring adalah pemantauan
terhadap organisasi tersebut. Pemantauan yang dilakukan adalah pemantauan
terhadap setiap aktifitas dalam oganisasi, dalam hal ini yang berhubungan
dengan Teknologi informasi adalah pemantauan akan Penggunaan TI, Pemantauan pada
pengelolaan TI, dan pemantauan kepada keadaan fisik dari TI tersebut.
Evaluasi
berkelanjutan, terpisah, atau kombinasi keduanya untuk memastikan seluruh
komponen IC ada dan berfungsi. Terdapat dua prinsip dalam komponen ini yaitu:
·
Organisasi memilih, mengembangkan, dan melaksanakan
evaluasi berkelanjutan dan/atau terpisah untuk memastikan seluruh komponen IC
ada dan berfungsi.
·
Organisasi mengevaluasi dan mengomunikasikan defisiensi
IC pada pihak yang bertanggung jawab agar diambil tindakan korektif.
- Information and communications adalah informasi dan komunikasi. Dalam komponen ini setiap penyebaran informasi dan komunikasi dari setiap unit dalam organisasi/institusi tersebut di kontrol untuk menunjang organisasi/institusi tersebut. Mengapa komunikasi dikontrol? Karena setiap interaksi antara setiap unit mempengaruhi produktivitas dari organisasi/institusi contohnya komunikasi antara pimpinan dengan staffnya dan dengan kliennya.
Informasi diperlukan dalam rangka pelaksanaan tanggung
jawab IC nya dalam rangka pencapaian tujuan. Sedangkan komunikasi terjadi baik
secara internal maupun eksternal dengan menyediakan informasi yang diperlukan
dalam rangka pelaksanaan IC sehari-hari. Terdapat tiga prinsip dalam komponen
ini yaitu:
·
Organisasi memperoleh dan menggunakan informasi yang
berkualitas dan relevan dalam rangka mendukung fungsi dari komponen lain dalam
IC.
·
Organisasi secara internal mengomunikasikan informasi,
termasuk tujuan dan tanggung jawab IC dalam rangka mendukung fungsi dari
komponen lain dari IC.
·
Organisasi berkomunikasi dengan pihak eksternal terkait
hal yang mempengaruhi fungsi dari komponen lain dalam IC.
- Control Activites merupakan tindakan penentuan melalui kebijakan dan prosedur yang membantu menjamin bahwa arahan manajemen untuk mengurangi resiko dalam pencapaian tujuan itu terlaksana. Control activities diterapkan pada semua level entitas, di berbagai tingkat dalam proses bisnis dan seluruh lingkungan teknologi. Mereka dapat mencegah atau mendeteksi secara alami dan dapat mencakup jangkauan aktivitas manual dan otomatis seperti otorisasi dan aproval, verivikasi, rekonsiliasi dan review prestasi bisnis. Pemisahan tugas biasanya dibangun dalam seleksi dan pengembangan aktivitas pengendalian. Jika pemisahan tugas tidak diterapkan, manajemen memilih dan mengembangkan alternatif aktivitas pengendalian. Aktivitas Pengendalian merupakan tindakan yang ditetapkan dengan prosedur dan kebijakan untuk meyakinkan bahwa manajemen telah mengarah untuk memitigasi risiko dalam rangka pencapaian tujuan. Terdapat tiga prinsip dalam komponen ini yaitu:
·
Organisasi memilih dan mengembangkan aktivitas
pengendalian yang berkontribusi terhadap mitigasi risiko sampai pada tingkat
yang dapat diterima dalam rangka pencapaian tujuan.
·
Organisasi memilih dan mengembangkan aktivitas
pengendalian secara umum terkait teknologi dalam rangka pencapaian tujuan.
·
Organisasi menyebarkan aktivitas pengendalian melalui
kebijakan dan prosedur dalam pengimplementasiannya.
- Risk Assesment
Penilaian risiko
melibatkan proses yang dinamis dan berulang untuk mengidentifikasi dan
menganalisis risiko untuk mencapai tujuan, serta membentuk dasar mengenai
bagaimana risiko harus dikelola. Terdapat empat prinsip yang berkaitan dengan
komponen ini yaitu:
·
Organisasi menentukan tujuan yang spesifik sehingga
memungkinkan untuk dilakukan identifikasi dan penilaian risiko yang terkait
dengan tujuan.
·
Organisasi mengidentifikasi risiko yang terkait dengan
pencapaian tujuan di seluruh entitas dan menganalisis risiko untuk menjadi
dasar bagaimana risiko akan diperlakukan.
·
Organisasi mempertimbangkan potensi fraud dalam penilaian
risiko.
·
Organisasi mengidentifikasi dan menilai perubahan yang
akan memengaruhi sistem pengendalian internal secara signifikan.
- Control Environment
*Lingkungan internal (internal
environment)
Lingkungan pengendalian
mencakup sikap manajemen dan karyawan terhadap pentingnya pengendalian dalam
organisasi tersebut. Peranan lingkungan pengendalian adalah menetapkan suasana
dari suatu organisasi yang mempengaruhi kesadaran akan pengendalian dari orang
– orangnya. Komponen ini merupakan pondasi dari semua komponen pengendalian
internal lainnya yang menyediakan disiplin dan struktur.
Beberapa faktor pembentuk lingkungan pengendalian di
antaranya :
- Integritas dan nilai etika
- Komitmen terhadap kompetensi
- Dewan direksi dan komite audit
- Filosofi dan gaya operasi manajemen
- Struktur organisasi
- Penetapan wewenang dan tanggung jawab
- Kebijakan dan praktik sumberdaya manusia
II.3.1
Kontrol Internal
- Operations.
Tujuan operasional terkait dengan pencapaian visi,
misi, dan tujuan didirikannya entitas. Tujuan ini terkait dengan peningkatan
financial performance, produktivitas, kualitas, enviromental practices, return
of assets, dan likuiditas. Salah satu tujuan yang terkait dengan tujuan
operasional adalah Pengamanan Aset. Entitas dapat menentukan tujuan yang
terkait dengan pencegahan kehilangan aset serta secara periodik mendeteksi dan
melaporkan kehilangan aset.
- Financial Reporting
- Financial Reporting
Tujuan pelaporan berkaitan dengan penyusunan laporan
untuk digunakan oleh organisasi dan stakeholders dalam hubungannya dengan
pelaporan finansial/non-finansial serta pelaporan eksternal/internal.
Karakteristik dari pelaporan finansial/non-finansial eksternal adalah
disesuaikan dengan aturan dan kebutuhan eksternal, dipersiapkan sesuai dengan
standar eksternal, dan mungkin diharuskan menurut regulator, kontrak, dan
perjanjian. Sedangkan karakteristik pelaporan finansial/non-finansial internal
adalah digunakan dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan bisnis serta
ditetapkan oleh manajemen dan board.
- Compliance
- Compliance
Aturan dan hukum merupakan standar minimal dari
perilaku organisasi. Organisasi diharapkan akan menggabungkan standar tersebut
ke dalam tujuan dari entitas, bahkan organisasi dapat menetapkan standar yang
lebih tinggi daripada yang ditetapkan oleh hukum dan peraturan.
Satu tujuan dan tujuan lainnya dapat saling tumpang
tindih atau saling membantu. Misalnya dalam hal pelaporan keuangan, dapat
menjadi dasar bagi manajemen dalam melakukan review dalam kinerja
operasionalnya serta kepatuhannya terhadap aturan. Selain itu, pengamanan aset
yang merupakan salah satu contoh tujuan operasional juga berpengaruh terhadap
ketepatan jumlah aset dalam pelaporan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
penetapan tujuan-tujuan ini tetap saling berkesinambungkan, tapi tetap
bergantung dengan situasi yang ada.
Internal Control memberikan keyakinan yang memadai,
bukan mutlak, dalam rangka pencapaian tujuan, akan tetapi terdapat keterbatasan
yang berasal dari:
Preconditions of Internal Control.
Keterbatasan yang pertama adalah kondisi awal
sebelum dibangunnya IC. IC tidak bisa mencakup seluruh kegiatan yang dilakukan
oleh organisasi. Salah satu hal yang tidak dicakup adalah pra-kondisi entitas
sebelum IC diterapkan. Kelemahan entitas dalam memilih, mengembangkan, dan
mengevaluasi manajemen dapat membatasi kemampuannya dalam melakukan pengawasan
terhadap IC. Selain itu tidak tepatnya proses penetapan strategi dan tujuan
akan mengakibatkan pemilihan tujuan yang tidak realistis, tidak tepat, dan
tidak spesifik.
Judgement.
Keterbatasan kedua adalah fakta bahwa penilaian
manusia dalam pengambilan keputusan bisa keliru. Manusia memiliki kelemahan
dalam mengambil keputusan bisnis yang berdasarkan pada waktu, informasi yang
terbatas, serta di bawah tekanan, sehingga bisa menghasilkan keputusan
(penilaian) yang tidak tepat dan perlu diubah.
Breakdowns.
Keterbatasan ketiga adalah kerusakan yang dapat
terjadi karena kesalahan pegawai. Sistem IC yang baik bisa mengalami kerusakan.
Personel mungkin dapat salah memahami instruksi, melakukan kesalahan, atau
memiliki terlalu banyak tugas
Management Override.
Keterbatasan keempat adalah kemampuan manajemen
untuk mengabaikan IC. Entitas dengan sistem pengendalian internal yang efektif
masih mungkin untuk memiliki manajer yang mengesampingkan IC.
Collusion
Keterbatasan kelima adalah kemampuan manajemen,
personel lain, dan pihak ketiga untuk melakukan kolusi. Kolusi dapat
mengakibatkan defisiensi dalam IC. Individu yang beraksi secara bersama-sama
dapat menyembunyikan tindakan kecurangan dan mengubah informasi keuangan atau
lainnya sehingga tidak dapat dicegah dan dideteksi oleh IC.
II.3.1 Unit/Aktifitas
terhadap Organisasi
Dimensi ini
mengidentifikasikan unit/aktifitas pada organisasi yang menghubungkan kontrol
internal. Kontrol internal menyangkut keseluruhan organisasi dan semua bagian-bagiannya.
Kontrol internal seharusnya diimplementasikan terhadap unit-unit dan aktifitas
organisasi.
Pada dimensi ini lebih pada
bagaimana kontrol internal dapat berhubungan langsung dengan karakteristik
organisasi tersebut. Setiap organisasi mempunyai karakteristik yang
beragam-ragam sehingga butuh penghubung bagaimana kontrol internal yang jika
diterapkan dapat disesuaikan dengan
II.4 Implementasi Framework COSO Internal Control
Framework COSO Internal
Control ini sudah digunakan oleh banyak perusahaan. Contohnya adalah PT Imanuel Agape
(PT IA) adalah perusahaan yang bergerak di bidang distribusi alat pemadam
kebakaran (fire extinguisher) dan alat keamanan lainnya di Indonesia, PT
Sinar Fajar Baru melakukan kegiatan bisnis dengan membangun obyek bangunan
sebagai produk dari kegiatan operasionalnya dan masih banyak perusahaan lagi.
Dan implementasi framework ini ternyata susah menjadi framework yang
diundang-undangkan atau diatur dalam perundang-undangan di Indonesia. Seperti
Unsur Sistem Pengendalian Intern dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008
mengacu pada unsur Sistem Pengendalian Intern yang telah dipraktikkan di
lingkungan pemerintahan di berbagai negara, yang meliputi:
a. Lingkungan pengendalian
Pimpinan Instansi Pemerintah dan seluruh pegawai harus menciptakan dan
memelihara lingkungan dalam keseluruhan organisasi yang menimbulkan perilaku
positif dan mendukung terhadap pengendalian intern dan manajemen yang sehat.
b. Penilaian risiko
Pengendalian intern harus memberikan penilaian atas risiko yang
dihadapi unit organisasi baik dari luar maupun dari dalam.
c. Kegiatan pengendalian
Kegiatan pengendalian membantu memastikan bahwa arahan pimpinan
Instansi Pemerintah dilaksanakan. Kegiatan pengendalian harus efisien dan
efektif dalam pencapaian tujuan organisasi.
d. Informasi dan komunikasi
Informasi harus dicatat dan dilaporkan kepada pimpinan Instansi
Pemerintah dan pihak lain yang ditentukan. Informasi disajikan dalam suatu
bentuk dan sarana tertentu serta tepat waktu sehingga memungkinkan pimpinan
Instansi Pemerintah melaksanakan pengendalian dan tanggung jawabnya.
e. Pemantauan
Pemantauan harus dapat menilai kualitas kinerja dari waktu ke waktu dan
memastikan bahwa rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya dapat segera
ditindaklanjuti.
Dan dalam Pasal 58 UU No. 1
Tahun 2004 menyatakan bahwa “Dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi,
dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden selaku Kepala
Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan system pengendalian intern di
lingkungan pemerintahan secara menyeluruh. Sistem pengendalian intern sebagaimana
dimaksud ditetapkan dengan peraturan pemerintah”. Disini bisa dilihat bahwa
Framework ini sudah masuk sebagai kerangka kerja pemerintahan dalam pengelolaan
keuangan yang kegiatannya sama seperti yang dijelaskan pada kerangka kerja
framework internal control.
II.5 Kelebihan & Kekurangan COSO
II.5 Kelebihan COSO
Keuntungan COSO Keuntungan implementasi COSO framework akan didapat
oleh (1) CEO/CFO perusahaan Australia yang menerapkan SEC dan mereka yang
memerlukan standar Sarbanes-Oxley test section 302 dan 404; (2) CEO/CFO
perusahaan Australia yang menjadi bagian SEC dan mungkin memerlukan layanan
kantor pusat untuk beberapa tes; (3) Manajer kunci (biasanya dalan keuangan)
dan auditor internal yang bekerja untuk organisasi di atasnya dan memerlukan
bantuan informasi dari CEO/CFO, agar mereka dapat menerapkan standar
Sarbanes-Oxley; dan (4) Manajer senior yang memerlukan kepastian organisasi,
apakah telah memiliki sistem kontrol internal untuk menyediakan kemampuan
memasarkan dan meningkatkan harga saham
II.5 kekurangan COSO
Kekurangan COSO yaitu terlalu memfokuskan kepada proses
penyelarasan TI dengan strategi perusahaan, dan sangat fokus dalam hal desain
dan implementasi TI sehingga dalam hal pelayanan dari organisasi atau institusi
dikesampingkan. Framework COSO lebih mengutamakan Kualitas bagian internal dari
organisasi atau institusi tersebut daripada bagian pelayanannya.
III.
Kesimpulan
Framework
COSO Internal Control sangat cocok dengan Organisasi atau institusi yang ingin
memfokuskan kepada pengelolaan finansial. Framework ini mempunyai
kerangka-kerangka yang dapat meyakinkan pengelolaan yang baik terutama pada
pengelolaan keuangan. Pada pengelolaan keuangan jika dilihat dari investasi
terhadap IT maka keuangan tersebut harus dikelola dengan baik untuk mencapai
tujuan organisasi tersebut. Pengelolaan yang baik terhadap implementasi IT
dapat mencegah terjadinya kesalahan dalam pengaturan uang tersebut contohnya
penggelapan uang sehingga Framework ini menawarkan Kerangka yang dapat
mengelola keuangan dengan baik bahkan dapat mengelola kinerja dari organisasi
tersebut.
Daftar Pustaka
2. akangheriyana,
artikel “IMPLEMENTASI SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH PADA PEMERINTAH
DAERAH MENUJU TERWUJUDNYA KEANDALAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH”
3. Suharso, artikel
“Sejarah Lengkap COSO”
4. Kaban Ita Ernala, Jurnal “TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI (IT
GOVERNANCE)”
5. Kalimsa Norma
Sari, Tesis “EVALUASI IMPLEMENTASI PENGENDALIAN INTERNAL BERBASIS COSO DI
PERUSAHAAN KONSTRUKSI (STUDI KASUS PADA PT SINAR FAJAR BARU)”
Komentar
Posting Komentar